Pusat, Bencana dan Semesta


Narasi ini merupakan analisis dengan kacamata beragam disiplin ilmu. Bencana alam adalah takdir dan diluar jangkauan manusia. Manusia hanya sampai tingkatan amatan hingga pemikiran yang rasional, manusia tidak akan mampu sampai wilayah abstrak yang menjadi cakupan sang pencipta. Oleh karena itu manusia hanya diberikan sedikit bentuk ruang kesadaran.
Akhir-akhir ini kita lihat gejala alam sebagai suatu fenomena dan ironi. Sebagai suatu fenomena, bencana yang ada di negeri ini sepatutnya di ‘baca’ sebagai tanda-tanda alam yang patut direnungkan. Tidak ada asap kalau tidak ada api, begitulah gambaran sederhana menurut teori indeks dalam ilmu semiotika. Kejadian yang bertentangan dengan yang diharapkan, tetapi sudah menjadi suratan takdir yang kita sebut sebagai Ironi. Rentetan bencana Gempa 7.0 SR di NTB, Tsunami dan Gempa 7.7 SR diralat menjadi 7.4 SR di Sulawesi Tengah, Gempa Bali dan Situbondo, dan terakhir Banjir bandang di Sumatera Barat. Paling dirasakan dampaknya adalah gempa di Palu yang getarannya dirasakan hingga ke Makassar.
Kota Makassar saat ini (Oktober 2018) sedang menyelengarakan event international Eight Festival dan Forum (F8) 2018 yang letaknya di area pantai losari. Kegiatan ini cenderung menyerap wisawatan lokal, nasional bahkan internasional. Namun tulisan ini tidak menyoroti tentang kegiatan, tetapi menyoroti tempat kegiatan yang di sebut sebagai pusat dari Indonesia yang lebih dikenal sebagai Center Point of Indonesia (CPI). Inilah pusat Sulawesi, sulawesi atau celebes ialah pertukaran besi, jika meninjau sejarah, pusatnya berada di inti sulawesi yaitu area Luwu Timur.
Bicara tentang pusat yang ditinjau dari aspek pusat sebagai letak, maka mengarahkan saya pada pusat pemerintahan yaitu di Jakarta. Jangkauan lebih jauh yaitu pusat dunia bagi umat muslim berada di ka’bah, Mekkah. Lalu bagaimana dengan pusat sulawesi secara geografis terletak di sulawesi tengah?. Dalam ilmu sejarah mengatakan pusat bumi berada di Luwu sebagai posi tana, sedangkan bagi umat muslim, mekkah adalah Palisu tana. Lantas apa hubunganya dengan makassar sebagai center point of indonesia, inilah yang menjadi fokus narasi ini bahwa pusat itu sebenarnya yang mewakili letak bumi pertiwi sebagai pusat indonesia, apakah di Palu sebagai sulawesi tengah, atau di Ussu, Luwu sebagai posi tana dimana Pusat Luwu kini terletak di kota Palopo atau di Kota Makassar sebagai center point of indonesia.
Kembali pada manusia sebagai makhluk tuhan yang ditakdirkan sebagai pemimpin dunia tengah. Manusia adalah sampel bagi seluruh alam. Manusia terdiri dari kepala, badan dan kaki. Di badan terdapat pusar. Pusar adalah titik tengah sebagai titik keseimbangan manusia. demikian juga dengan gunung adalah pasak bumi. Di arsitektur sangat dikenal anthropomorphic proportions dalam golden section. Legenda tentang Tomanurung patut menjadi latar belakang sejarah dan mitologi bagi makhluk bumi sebagai cakrawala pemikiran tentang semesta. Manusia diturunkan kebumi untuk menjaga keselarasan alam. sejatinya, manusia diciptakan sebagai pemimpin, pemimpin bagi diri sendiri, pemimpin bagi keluarga, pemimpin bagi keseimbangan dunia atas dan dunia bawah. Hal ini dicerminkan oleh rumah panggung di sulawesi yang terbagi dalam tingkatan atas, tengah dan bawah. Manusia sedang berada di dunia tengah, diibaratkan sedang berada di kapal.  Dalam kapal terdiri dari orang baik dan tidak baik, dan bencana itu menenggelamkan semuanya.
Nahkoda indonesia adalah presiden. Nahkoda kota adalah walikota. Pemimpin ataukah pemimpi yang akan menjadikan orang nomor satu di indonesia pada pilpres 2019 mendatang. Calon pemimpin bangsa dan calon wakil rakyat semestinya juga memahami falsafah keseimbangan alam sebagai suatu paradigma sehingga ekosistem lingkungan sekitar kita juga dapat terjaga.

No comments:

Post a Comment

Contact

Trikon Cipta Konsultan
✉ trikoncipta@gmail.com
☏ 085242923429
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11 No. 229 Makassar